SUMBER -Petani korban banjir di Kabupaten Cirebon
mempertanyakan bantuan benih yang dijanjikan pemerintah pusat melalui
Kementerian Pertanian. Soalnya, bantuan tersebut tak kunjung mereka
terima meskipun panen raya telah rampung dan para petani siap memulai
musim tanam baru.
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Cirebon Tasrip Abu
Bakar mengatakan, Menteri Pertanian Suswono sempat menjanjikan bantuan
benih sebagai kompensasi bagi para petani yang sawahnya terkena banjir
awal 2014 lalu.
“Kami terus menunggu sampai sekarang, akan tetapi bantuan tersebut
tak kunjung datang. Akibatnya kami harus mengeluarkan biaya sendiri
untuk membeli benih, karena musim tanam baru sudah tiba,” katanya saat
dihubungi, Minggu (27/4/2014).
Tasrip menegaskan, kondisi tersebut jelas memberatkan bagi para
petani yang sawahnya mengalami puso akibat banjir. Tidak sedikit dari
mereka yang harus berutang untuk membeli benih, karena pada musim
sebelumnya mereka mengalami banyak kerugian materi.
Menurut Tasrip, rata-rata petani harus mengeluarkan modal Rp 200.000
untuk membeli benih yang akan ditanam di setiap hektar sawah mereka.
Soalnya, harga benih saat ini mencapai Rp 8000-9000 per kilogram.
Sementara untuk seluruh petani yang terkena puso akibat banjir,
kebutuhan benih mencapai 10.000 ton. Artinya seluruh petani korban
banjir harus mengeluarkan Rp 90 juta hanya untuk benih, belum lagi untuk
pupuk dan obat-obatan yang diperlukan.
Mengomentari masalah ini, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon
Ali Effendi mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak selain
meminta Kementerian Pertanian segera merealisasikan bantuan benih yang
dijanjikan.
Menurut dia, luas lahan padi yang terendam banjir awal 2014 lalu
mencapai 4.005 hektare dan tersebar di 11 kecamatan. Kerugian total
akibat banjir tersebut diperkirakan lebih dari Rp 10miliar. "Semoga
Menteri pertanian secepatnya mencairkan bantuan itu, karena sudah
berjanji," ucapnya.
Selain belum terealisasina bantuan benih, petani Kabupaten Cirebon
juga dipusingkan dengan minimnya kuota pupuk bersubsidi yang
dialokasikan pemerintah pusat saat ini. Terlebih untuk pupuk NPK
kuotanya hanya mencapai 18.384 ton dari kebutuhan 47.000 ton.
Akibatnya di beberapa wilayah, petani kesulitan mencari pupuk NPK
bersubsidi dan terpaksa membeli pupuk NPK non subsidi. Selain harganya
lebih tinggi dari pupuk bersubsidi, kelangkaan pupuk bersubsidi membuat
pupuk non subsidi tersebut juga melambung tinggi.
Salah seorang petani Desa Girinata, Narita (60) mengatakan, saat ini
ia terpaksa membeli pupuk NPK non subsidi dari salah satu agen terdekat.
Dengan kelonggaran tempo pembayaran yang ditangguhkan sampai waktu
panen, Narita rela berutang sampai Rp 11.000 per kilogram pupuk NPK yang
ia dapatkan.
“Kalau bayar di muka sih harganya bisa sampai Rp 9.000 per kilogram.
Namun saya tak punya uang saat ini, jadi ngutang dulu. Bayarnya nanti
setelah panen dengan kelebihan Rp 2.000 per kilogram,” ujarnya.
Narita mengatakan, untuk satu hektar lahan yang digarap saat ini,
dirinya membutuhkan pupuk NPK sekitar 300 kilogram. Artinya ia harus
berutang sekitar Rp 3,3 juta pada musim tanam kali ini.
Padahal biasanya ia hanya membutuhkan Rp sekitar 690.000, karena NPK
bersubsidi bisa diperoleh dengan harga Rp 2.300 per
kilogram.//(PRLM)
SUMBER -Petani korban banjir di Kabupaten Cirebon
mempertanyakan bantuan benih yang dijanjikan pemerintah pusat melalui
Kementerian Pertanian. Soalnya, bantuan tersebut tak kunjung mereka
terima meskipun panen raya telah rampung dan para petani siap memulai
musim tanam baru.
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Cirebon Tasrip Abu Bakar mengatakan, Menteri Pertanian Suswono sempat menjanjikan bantuan benih sebagai kompensasi bagi para petani yang sawahnya terkena banjir awal 2014 lalu.
“Kami terus menunggu sampai sekarang, akan tetapi bantuan tersebut tak kunjung datang. Akibatnya kami harus mengeluarkan biaya sendiri untuk membeli benih, karena musim tanam baru sudah tiba,” katanya saat dihubungi, Minggu (27/4/2014).
Tasrip menegaskan, kondisi tersebut jelas memberatkan bagi para petani yang sawahnya mengalami puso akibat banjir. Tidak sedikit dari mereka yang harus berutang untuk membeli benih, karena pada musim sebelumnya mereka mengalami banyak kerugian materi.
Menurut Tasrip, rata-rata petani harus mengeluarkan modal Rp 200.000 untuk membeli benih yang akan ditanam di setiap hektar sawah mereka. Soalnya, harga benih saat ini mencapai Rp 8000-9000 per kilogram.
Sementara untuk seluruh petani yang terkena puso akibat banjir, kebutuhan benih mencapai 10.000 ton. Artinya seluruh petani korban banjir harus mengeluarkan Rp 90 juta hanya untuk benih, belum lagi untuk pupuk dan obat-obatan yang diperlukan.
Mengomentari masalah ini, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Ali Effendi mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak selain meminta Kementerian Pertanian segera merealisasikan bantuan benih yang dijanjikan.
Menurut dia, luas lahan padi yang terendam banjir awal 2014 lalu mencapai 4.005 hektare dan tersebar di 11 kecamatan. Kerugian total akibat banjir tersebut diperkirakan lebih dari Rp 10miliar. "Semoga Menteri pertanian secepatnya mencairkan bantuan itu, karena sudah berjanji," ucapnya.
Selain belum terealisasina bantuan benih, petani Kabupaten Cirebon juga dipusingkan dengan minimnya kuota pupuk bersubsidi yang dialokasikan pemerintah pusat saat ini. Terlebih untuk pupuk NPK kuotanya hanya mencapai 18.384 ton dari kebutuhan 47.000 ton.
Akibatnya di beberapa wilayah, petani kesulitan mencari pupuk NPK bersubsidi dan terpaksa membeli pupuk NPK non subsidi. Selain harganya lebih tinggi dari pupuk bersubsidi, kelangkaan pupuk bersubsidi membuat pupuk non subsidi tersebut juga melambung tinggi.
Salah seorang petani Desa Girinata, Narita (60) mengatakan, saat ini ia terpaksa membeli pupuk NPK non subsidi dari salah satu agen terdekat. Dengan kelonggaran tempo pembayaran yang ditangguhkan sampai waktu panen, Narita rela berutang sampai Rp 11.000 per kilogram pupuk NPK yang ia dapatkan.
“Kalau bayar di muka sih harganya bisa sampai Rp 9.000 per kilogram. Namun saya tak punya uang saat ini, jadi ngutang dulu. Bayarnya nanti setelah panen dengan kelebihan Rp 2.000 per kilogram,” ujarnya.
Narita mengatakan, untuk satu hektar lahan yang digarap saat ini, dirinya membutuhkan pupuk NPK sekitar 300 kilogram. Artinya ia harus berutang sekitar Rp 3,3 juta pada musim tanam kali ini.
Padahal biasanya ia hanya membutuhkan Rp sekitar 690.000, karena NPK bersubsidi bisa diperoleh dengan harga Rp 2.300 per kilogram.//(PRLM) SongFM Indramayu 08:15:00 NJW Magz Bandung Indonesia
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Cirebon Tasrip Abu Bakar mengatakan, Menteri Pertanian Suswono sempat menjanjikan bantuan benih sebagai kompensasi bagi para petani yang sawahnya terkena banjir awal 2014 lalu.
“Kami terus menunggu sampai sekarang, akan tetapi bantuan tersebut tak kunjung datang. Akibatnya kami harus mengeluarkan biaya sendiri untuk membeli benih, karena musim tanam baru sudah tiba,” katanya saat dihubungi, Minggu (27/4/2014).
Tasrip menegaskan, kondisi tersebut jelas memberatkan bagi para petani yang sawahnya mengalami puso akibat banjir. Tidak sedikit dari mereka yang harus berutang untuk membeli benih, karena pada musim sebelumnya mereka mengalami banyak kerugian materi.
Menurut Tasrip, rata-rata petani harus mengeluarkan modal Rp 200.000 untuk membeli benih yang akan ditanam di setiap hektar sawah mereka. Soalnya, harga benih saat ini mencapai Rp 8000-9000 per kilogram.
Sementara untuk seluruh petani yang terkena puso akibat banjir, kebutuhan benih mencapai 10.000 ton. Artinya seluruh petani korban banjir harus mengeluarkan Rp 90 juta hanya untuk benih, belum lagi untuk pupuk dan obat-obatan yang diperlukan.
Mengomentari masalah ini, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Ali Effendi mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak selain meminta Kementerian Pertanian segera merealisasikan bantuan benih yang dijanjikan.
Menurut dia, luas lahan padi yang terendam banjir awal 2014 lalu mencapai 4.005 hektare dan tersebar di 11 kecamatan. Kerugian total akibat banjir tersebut diperkirakan lebih dari Rp 10miliar. "Semoga Menteri pertanian secepatnya mencairkan bantuan itu, karena sudah berjanji," ucapnya.
Selain belum terealisasina bantuan benih, petani Kabupaten Cirebon juga dipusingkan dengan minimnya kuota pupuk bersubsidi yang dialokasikan pemerintah pusat saat ini. Terlebih untuk pupuk NPK kuotanya hanya mencapai 18.384 ton dari kebutuhan 47.000 ton.
Akibatnya di beberapa wilayah, petani kesulitan mencari pupuk NPK bersubsidi dan terpaksa membeli pupuk NPK non subsidi. Selain harganya lebih tinggi dari pupuk bersubsidi, kelangkaan pupuk bersubsidi membuat pupuk non subsidi tersebut juga melambung tinggi.
Salah seorang petani Desa Girinata, Narita (60) mengatakan, saat ini ia terpaksa membeli pupuk NPK non subsidi dari salah satu agen terdekat. Dengan kelonggaran tempo pembayaran yang ditangguhkan sampai waktu panen, Narita rela berutang sampai Rp 11.000 per kilogram pupuk NPK yang ia dapatkan.
“Kalau bayar di muka sih harganya bisa sampai Rp 9.000 per kilogram. Namun saya tak punya uang saat ini, jadi ngutang dulu. Bayarnya nanti setelah panen dengan kelebihan Rp 2.000 per kilogram,” ujarnya.
Narita mengatakan, untuk satu hektar lahan yang digarap saat ini, dirinya membutuhkan pupuk NPK sekitar 300 kilogram. Artinya ia harus berutang sekitar Rp 3,3 juta pada musim tanam kali ini.
Padahal biasanya ia hanya membutuhkan Rp sekitar 690.000, karena NPK bersubsidi bisa diperoleh dengan harga Rp 2.300 per kilogram.//(PRLM) SongFM Indramayu 08:15:00 NJW Magz Bandung Indonesia
Realisasi Bantuan Benih Masih Nihil
Posted by Admin Monday, 28 April 2014
loading...
»Share or Like News:
Realisasi Bantuan Benih Masih Nihil
Previous
Newer PostNext
Older Post
RADIO SONG FM INDRAMAYU
Updated at:
08:15:00